Bandung, Merdeka-Belajar | Perjalanan spiritual ke Timur Tengah — Mesir, Yordania dan Israel — sangat mengesankan, kata Banthe Dammasubho. Masalahnya dahulu orang akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman dalam agama. Tapi sekarang, orang beragama justru menimbulkan rasa ketakutan.
Begitulah satu kisah spiritual Banthe Dammasubho yang dia ceritakan sambil menikmati suguhan teh spesial dengan gula aren dari Badui, menjadi pembuka dialog bersama Banthe. Cara menikmati teh itu pun dia terangkan dengan kocak dan jenaka. Hingga sungguh terkesan Banthe ingin memberi penghiburan serta ingin sekali menyenangkan hati tetamunya. “Karena tamu itu, artinya orang yang harus ditata dan dijamu”, kata Banthe berseloroh, sambil mempersilahkan menikmati teh dengan potongan gula merah hasil olahan suku bangsa Badui dari saripati air pohon aren. Hingga paparan spiritualnya pun menukik masuk wilayah agama. Setidaknya untuk perihal agama dan budaya yang acap menimbulkan kegaduhan, ia merasa perlu memberi pesan khusus untuk masyarakat luas. “Hendaknya agama itu jangan pernah dibanding-bandingkan. Meski bisa saja disandingkan yang satu dengan yang lain agar dapat saling memahami nilai-nilainya yang mulia. Sehingga kerukunan ummat beragama dapat semakin kondusif.
Yang penting dalam keyakinan Buddhis, jika semua orang menjadi Buddhis, maka diyakini dunia ini pasti aman, kata Banthe berseloroh.
“Jadi agama itu tidak bisa dibanding-bandingkan, tapi bisa disandingkan”, tandas Banthe dalam pesan moralnya yang penting untuk dipahami oleh banyak orang.
Ikhwal surga pun yang diyakini berbeda-beda itu, dalam keyakinan Buddhis ada 20 great atau kelas. Dan yang tertinggi itu namanya adalah Nirwana, tempat para Bhikku setelah meninggalkan dunia. “Saya pun percaya dengan semua itu. Kalau tidak percaya, ngapain saya mau seperti ini (jadi Bikkhu), kalau surga untuk saya tidak istimewa dibanding dengan mereka yang banyak melakukan dosa”, kata Banthe Dammasubho Mahathera masih dalam nada berkelakar.
Jadi Nirwana itu adakah surga yang paling sakral dalam ajaran Buddha, kata Banthe Dammasubho kemudian. Seraya merinci adanya 20 great surga yang diyakini dalam ajaran Buddha. Demikian menurut Banthe bahwa untuk tanaman pun dalam budaya Buddha mendapat perlakuan dan perhatian sangat baik. Karena ada tata caranya bila hendak menebang pohon. Waktunya pun tidak boleh dilakukan pada waktu sembarangan. Jadi lain pada jaman sekarang. Otoritas Tuhan, kata Bikkhu seperti sudah dirampas oleh manusia. Karena manusia merasa sudah lebih pintar dari Tuhan, maka penebangan pohon dilakukan sesuka hatinya sendiri. Padahal dalam tata krama terhadap alam, menurut Banthe Dammasubho, ada persyaratannya. Persis seperti tuntunan Buddha jika menyembelih hewan piaraan untuk dimakan. Syaratnya, dalam ajaran Buddha, tak boleh melihat, tak boleh mendengar suara hewan yang disembelih itu merintih. Dan tak boleh memesan masakan daging yang dihidangkan oleh siapapun. Jadi dalam tradisi Buddha hanya akan memakan seadanya saja, tidak boleh berdasarkan selera pesanan sendiri. Ini pun hanya berlaku bagi pengikut ajaran Buddha yang memakan daging. Karena selain itu tidak kalah banyak yang percaya pada ajaran Buddha yang tidak makan daging hewan apapun, karena vegetarian. Tentu saja semua yang melakukan vegetarian percaya pada budaya vegerarian itu lebih baik.
Jacob Ereste :
Bandung – Garut, 26 September 2021